Kamis, 28 Januari 2010
Film 18+
Hari ini 28 Januari 2010, Film 18+ (true love never dies), dirilis. film bercerita seputar dunia percintaan remaja ini menjejagi film-film indonesia lain yang pernah ada. Dengan menyuguhkan perempuan2 berbaju-tanktop (sebagai daya tarik), mengidentikan kalo remaja kini idelanya demikian.(haduh, ampun dech !!) Namun bukan itu yang akan Aku ulas, namun alur cerita yang ternyata masih memiliki kelemahan dan tak sekuat penggarapan- pencahayaan(terutama), begitu indah...(seperti video klip saja.
Nayato Fio Nuala, sutradara yang pernah terbukti membajak ilustrasi musik film Korsel berjudul Kaeguki, dalam film Ekskul 2006 lalu, dinilai masih gamang melaraskan antara bahasa cerita dengan gambar.Ketiga penulis skenarionya, yaitu Ery Sofid, Eka D. Sitorus, dan Viva Westi untuk menghadirkan cerita yang kuat, tidak terlalu kentara bahkan hanya membekas dalam eksekusi bentuk filmnya, dalam bentuk sekedarnya saja.
Tema besar tentang perjalanan romantisme dua pria bersahabat dalam melakukan pengorbanan untuk kekasih-kekasih hati yang mereka cintai, tersaji dengan tidak runut, timpang, dan janggal. Padahal kualitas gambarnya, teristimewa komposisi dan pencahayaannya, sebagaimana diamini pemerhati film Yan Widjaja, mengingatkan pada film-film art sutradara Taiwan, Wong Kar Wai.
Sayang, film ini dinilai semakin meneguhkan keberadaan film Indonesia terkini yang cenderung kedodoran pada masalah penyajian cerita. Meski tidak harus runut, tapi paling tidak, karena masuk dalam kategori film cerita, semestinya tetap patuh pada logika drama. Apalagi sebagai film yang memfokuskan pada penonton remaja 18+, yakni yang akan dinikmati penonton ABG.
18+ memusat pada konflik antara Raka (Samuel Zyglwyn), Topan (Adipati), Chanisa (Stevanie Nasyahab), Nayla (Arumi Bachsin), dan Helen (Leylarey Lesesne). Kelima sekawan itu berperan sebagai sepasang kekasih, dan seorang perempuan mantan kekasih diantara mereka berempat.
Raka juga mempunyai seorang kakak yang berprofesi sebagai penjaja sex (Bella Nasyahab). Sementara kekasih Raka, yaitu Helen, adalah teman baik Chanisa. Sedangkan Chanisa yang terjangkit penyakit paru-paru akut itu, adalah kekasih Topan, yang tak lain adalah kawan baik Raka. Sementara Nayla, adalah mantan kekasih Topan, yang dikisahkan mempunyai kecenderunga posesif kepada Topan, meski telah memutuskannya.
Pada subplot kecil lainnya, juga dikisahkan orang tua Topan adalah potret keluarga broken home. Bahkan Topan dikisahkan harus memergoki, dan belajar berbesar hati harus mengetahui jika bapaknya (Arie Sudarsono) gay. Sedangkan ibunya (Wulan Guritno) sibuk browsing di internet untuk kemudian gemar ''memuaskan dirinya sendiri''.
Konflik memuncak ketika Chanisa harus melakukan rawat inap di rumah sakit, sementara Raka sebagai kawan baik Topan, harus mengutang sejumlah bilangan juta kepada rentenir. Dari sini sangat bisa ditebak, hutang tak berbayar meski telah melewati tenggatnya. Sebagai bayarannya, rentenir dan gengnya menyekap Helen, untuk kemudian menistakannya.
Selanjutnya, sebagai laki-laki Raka dengan sok gagah maju ke medan laga, seorang diri melawan puluhan geng rentenir. Tentu saja Raka tumpas. Topan pun mulai berhitung, atas semua jasa baik kawan baiknya, yang telah menyelamatkan nyawa pacarnya itu. Sebagaimana Raka, Topan pun mengasah keberaniannya, untuk menuntut, dan melunaskan dendam kepada kawanan rentenir. Kisah selanjutnya, layaknya film India tahun 80-an.
Sedangkan kelebihan lain, selain gambar di film ini adalah kualitas suaranya. Kualitas sound engineer-nya digarap Khikmawan Santosa, sekaligus dia mixing ke agen Dolby Laboratories Inc di Technicolor, Bangkok untuk aplikasi Dolby Digital Stereo.
Mudah - mudahan tetap bisa dinikamti dunia remaja, dengan tidak mengesampingkan alur cerita yang seharusnya bisa kuat dan kokoh.
Sebagai alternatif, kebosanan terhadap film-film horor selama ini!!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar